Oleh Azmi Syahputra*
KASUS korupsi suap pada bantuan sosial di era bencana covid yang dilakukan Kementerian Sosial yang di OTT Sabtu lalu harus dikenakan hukuman mati sebagaimana aturan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sangat tepat OTT di moment bencana ini, bila KPK terapkan pada Pasal 2 ayat 2 nya. Karena Pasal 2 ayat 2 UU tipikor ini syaratnya sudah terpenuhi, dimana dilakukan oleh penyelenggara negara atau siapapun ia pada keadaan tertentu, dalam hal ini saat terjadinya bencana nasional sebagaimana Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 yang menetapkan COVID-19 sebagai bencana nasional karena Pandemi covid 19 ini disebut sebagai bencana nonalam.
Secara yuridis maupun fakta, rangkaian kejahatan ini dilakukan secara sistemik, terorganisir karena uang fee dari paket bantuan sudah diterima berkali kali dan secara sosiologis tindakan Menteri yang begini mencoreng kewibawaan pemerintah, dimana diketahui saat ini pemerintahan sedang dan terus berupaya maksimal dalam Kerja kerasnya yang terukur dan terarah guna melawan penyebaran covid 19 namun dirusak oleh Menteri Sosial dan oknum pegawai serta pengusaha yang “bermental maling dan rakus ini” karena ter OTT dan nyata nyata minta fee untuk keuntungan pribadinya yang diambil dari anggaran untuk paket bantuan sosial padahal paket bantuan ini sangat dibutuhkan masyarakat ,malah tega dikorupsi,” .
Ini bentuk nyata kejahatan sistemik ,dalam hukum penangugulangan kejahatan yang sistematik harus dikenakan hukuman mati.
“Kejahatan yang sudah sistemik dapat dimusnahkan dengan hukuman mati (asas crimina morte extinguuntur)”
“Ini para gerombolan manusia yang gak ngerti makna cukup, rakus, sadis dan virusnya sudah parah sehingga tidak ada tawaran lagi bagi mereka, karena bahayanya dampak perbuatan pelaku , maka tepatlah bagi mereka diterapkan hukuman mati bagi para pelaku ini,” tegasnya.
Selanjutnya ia mendorong KPK harus semakin terarah, mengembangkan secara objektif dari ketengan saksi dan bukti bukti dalam penyusunan berita acara pemeriksaan dan dakwaan dengan lebih berani menerapkan hukuman mati.
Karenanya kalaulah KPK masih menerapkan klausula hukuman berupa tindak pidana suap yang ancamannya masih dengan sanksi badan dan denda maka tidak akan pernah habis para koruptor dan justru semakin tumbuh subur di era covid ini karena berlindung di.balik atas nama kebijakannya.
Sekali lagi moment tepat bagi KPK untuk menegakkan hukuman maksimal dalam tindak pidana korupsi dengan menerapkan hukuman mati.
*Ketua Assosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indinesia