Memahami Perilaku Bullying dengan Pendekatan Psikologi Tasawuf
Oleh : Cahyo Chondro Nusantoro dan Muhammad Ghally Fi Zilailhaq )*
Bullying
Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan berulang kali oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap individu lain yang dianggap lebih lemah atau tidak mampu membela diri.
Tindakan bullying bertujuan untuk menyakiti, mengintimidasi, atau mendominasi korban, dan bisa terjadi dalam berbagai bentuk verbal, fisik, emosional, cyber, seksual, rasial, dan pengucilan. (menurut Wolke & Lereya, 2015) Bullying merupakan suatu tindakan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan orang lain merasa teraniaya, terintimidasi, ketakutan, dan korban tidak berdaya untuk mencegah perilaku
tersebut
Mengapa Bullying terjadi dan dampaknya Bullying merupakan suatu fenomena sosial yang tidak pernah lekang oleh waktu. Bullying memiliki suatu dampak yang sangat serius bagi individu maupun lingkungan. Bullying bisa terjadi di lingkungan sekolah, kerja, hingga sosial media.
Penyebab dari bullying itu terjadi karena adanya senioritas, anak kaya pada anak miskin, anak yang memiliki kekuasaan, anak berkebutuhan khusus, kurangnya empati. Kemampuan empati yang rendah terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman mendalam tentang hati (qalb) sebagai salah satu unsur fitrah manusia dan kebutuhan-kebutuhannya.
Akibatnya, urgensi pemenuhan kebutuhan hati tidak sepenuhnya disadari, sehingga kebutuhan hati tersebut sering terabaikan yang menyebabkan ketidakseimbangan psikis dalam diri manusia, sehingga, korban merasa takut, terintimidasi, hingga menyebabkan kesejahteraan mental terasa terganggu.
Menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), terdapat 30 kasus bullying alias perundungan di
Sekolah sepanjang 2023. Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 21
kasus.
Sebanyak 80% kasus perundungan pada 2023 terjadi di sekolah yang dinaungi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dan 20% di sekolah yang Dinaungi Kementerian Agama. Tiga puluh kasus tersebut merupakan kasus yang sudah dilaporkan kepada pihak berwenang dan diproses, kata Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti, dilansir dari Kompas.com, Minggu (31/12/2023).
Dari 30 kasus perundungan pada 2023, sebanyak 50% terjadi di jenjang SMP/sederajat, 30% di Jenjang SD/sederajat, 10% di jenjang SMA/sederajat, dan 10% di jenjang SMK/sederajat. Fenomena bullying ini menunjukan kompleksitas interaksi manusia yang dapat dipahami melalu
berbagai pendekatan, termasuk pendekatan psikologi tasawuf
Jenis-Jenis Bullying
Jenis bullying sendiri terbagi menjadi empat yaitu bullying fisik, bullying verbal, bullying
secara sosial dan bullying secara cyber
(Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, 2020). Menurut (Field, 2007), membagi jenis tindakan bullying menjadi beberapa kategori seperti: sindiran (teasing), pengeluaran (exclusion), secara fisik (physical) dan gangguan (harassment).
1. Bullying sindiran (teasing) seperti mengejek, menghina, meneriaki; 2. pengeluarkan (exlusion) seperti tidak mengikutsertakan korban dalam permainan atau grup teman sebaya; 3. bullying tindakan fisik (physical) seperti memukul, menendang, mendorong; 4. bullying gangguan (harassment) seperti membuat pernyataan yang bersifat menggangu terkait masalah seksual, jenis kelamin, agama, ras dan kebangsaan.
Tasawuf
Tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan kesadaran yang tulus melalui pengaruh yang tepat pada jiwa.Seseorang yang mempelajari tasawuf disebut sufi. Hal ini dilakukan melalui berbagai latihan (riyadhah), baik fisik maupun mental, dengan menjalankan berbagai bentuk ibadah.
Tujuannya adalah agar aspek ketuhanan dan spiritual lebih menonjol dibandingkan aspek duniawi (hawa nafsu).
Demikianlah sifat kritis tasawuf, yang sangat penting maknanya dan implementasinya dalam kelangsungan hidup manusia (Susanti, 2016: 277-298).
Selain itu melalui tasawuf seseorang dapat mengetahui tentang cara-cara melakukan pembersihan diri, serta mengamalkannya dan tampil sebagai manusia yang dapat mengendalikan dirinya, atau ketika manusia melakukan aktivitas dapat menjaga kejujuran hati nurani, keikhlasan, tanggung jawab dan dapat membendung penyimpangan moral, seperti perundungan.