Oleh: Lilis Suryani
BUMN nampaknya sedang menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan. Pasalnya, perusahaan milik negara yang bergerak dibeberapa sektor vital ini tengah mengalami kerugian.
Hal ini diungkap sendiri oleh Menteri BUMN, Erick Thohir, yang mengonfirmasi bahwa utang PT PLN (Persero) saat ini mencapai Rp500 triliun. Beliau mengatakan, salah satu cara yang dilakukan untuk membenahi keuangan PLN ialah menekan 50% belanja modal (capital expenditure/capex). (finance.detik.com,4/6/2021)
Sebagai masyarakat awam mungkin kita akan merasa aneh saat mendengar kata untung-rugi pada perusahaan milik negara. Seolah-olah negara tengah berjual beli dengan rakyatnya. Di lain sisi yang selama ini dipahami, BUMN itu berfungsi untuk menyejahterakan rakyat dengan memenuhi semua kebutuhan rakyat.
Sedangkan yang terjadi saat ini adalah seolah-olah perusahaan milik negara ini tidak ada bedanya dengan perusahaan swasta yang berorientasi pada keuntungan semata.
Disinyalir telah terjadi salah urus pada tubuh perusahaan milik negara ini sehingga orientasinya adalah untung-rugi bukan untuk menyejahterakan rakyat. Fungsi bisnis BUMN akhirnya lebih menonjol daripada fungsi pelayanannya.
Ironisnya fungsi bisnis ini pun ternyata tak berjalan. Alih-alih memberi untung besar pada negara, pengelolaannya yang buruk membuat BUMN justru menjadi salah satu sumber masalah bagi negara.
Beberapa BUMN diketahui telah menjadi sarang korupsi yang berujung pada kerugian negara dengan nilai yang fantastis. Sementara yang lainnya terjebak dalam utang yang menggunung atau rugi akibat salah urus. Padahal di saat sama, keuangan negara sedang dalam kondisi nyaris kolaps.
Di lain sisi banyak yang berspekulasi bahwa BUMN bukan milik negara lagi, melainkan milik segelintir orang hingga sesuka hati dalam mengelolanya. Saat BUMN untung, pihak tertentu saja yang menikmati.
Sementara ketika merugi dan berutang seperti saat ini, masalahnya dibagi-bagi kepada rakyat. Tentu, rakyat lagi yang diminta untuk menyelamatkan BUMN dengan berbagai kenaikan pajak misalnya.
Cara pandang kapitalistik yang lahir dari pemikiran Kapitalisme telah menggerogoti perusahaan milik negara ini dari dalam, hingga mengakibatkan kerapuhan dan keroposnya sendi-sendi pertahanan ekonomi negeri.