TANGERANG, faktualnews || Makmur Ginting, S.H., M.H., & PARTNERS, Kuasa Hukum Sutisna Senjaya, S.H., selaku salah satu ahli waris dari M.S. Padmawijaya alias Pieter Meyer bin Wl. Samuel De
Meyer mengapresiasi Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor :
222/Pdt.G/2023/PN.Tng., tertanggal, 31 Mei 2024.
Putusan tersebut di upload ke system
E court pada hari Selasa, tanggal, 4 Juni 2024. Demikian tulis rilisnya yang diterima faktualnews, Minggu (9/6/2024).
Adapun putusan pengadilan tersebut adalah terhadap perkara antara Sutisna Senjaya, S.H., melawan Pemerintah Republik Indonesia
cq. Kementerian Dalam Negeri, dkk.
Terhadap objek sengketa berupa Tanah Eigendom Nomor : 2191, 2192, 2193, 2194 dan 1511 milik Willem Samuel de Meyer yang ahli warisnya salah satunya adalah Penggugat yaitu Sutisna Senjaya, S.H.
Menurutnya, Pengadilan Negeri Tangerang cq. Majelis Hakim yang mengadili perkara ternyata telah dengan sangat tepat mempertimbangkan dan memutus perkara aquo, karena Majelis Hakim sangat arif dan bijaksana telah memberikan keadilan berpedomanbterhadap :
1. Hak Asasi Manusia, Pasal 28 G dan Pasal 28 H ayat (4) UUD 45, sebagai hukum dasar dan ketentuan-ketentuan hukum seperti Pasal 570 KUHPerdata (BW) yang mengatur tentang Hak Milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan leluasa dan berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan.
2. Bahwa, sebagaimana di tentukan dalam KEDUA Tentang Ketentuan-ketentuan Konversi Pasal 1 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor : 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Hak eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini sejak saat tersebut menjadi hak milik, kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam Pasal 21
menurut pengertian pasal tersebut hak eigendom otomatis menjadi hak milik
3. Bahwa, dengan demikian hak eigendom dikonversi menjadi hak milik dan menurut Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Pokok Agraria Nomor : 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang isinya Hak Milik adalah hak turun
temurun, yang terkuat dan terpenuhi yang di miliki seseorang. Yang artinya
hak milik tidak mengenal daluwarsa. Tidak bisa dinyatakan tidak mempunyai daya keberlakuan tanpa sebab dan tanpa ganti rugi.
4. Perlindungan hukum yg diberikan terhadap pemegang hak Eigendom Verponding kepada pemilik atau ahli waris sangat tepat diberikan, melalui Putusan tersebut. Hal ini jika ada hak milik diambil oleh Penguasa atau Pemerintah, maka Pemerintah
harus memberikan ganti rugi kepada pemiliknya tanpa terkecuali. Agar tidak melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. : 86 Tahun 1958 jo PP No. 19b Tahun 1959 tanpa memberikan ganti rugi.
TERHADAP KASUS AQUO :
Pemerintah dalam negeri mengambil alih tanah Eigendom Verponding milik ahli waris Willem de Meyer dengan tanpa memberikan ganti rugi sepeser pun sampai saat ini.
Oleh karenanya melalui Putusan tersebut telah mengabulkan gugatan ahli waris yang menuntut agar Konsinyasi yang terkena jalan Tol Kunciran – Serpong seluas 2.480 M2
dari luas kurang lebih 5.506 M2 tanah yang terkena dalam tanah Eigendom Verponding Nomor : 2193 dengan nilai Rp. 24.648.501.000.
Majelis Hakim juga mengabulkan untuk menghukum Tergugat I Cq. Menteri Dalam Negeri membayar ganti rugi materil kepada Penggugat (Sutisna Sanjaya, S.H.) atas kerugian yang dialami Penggugat sebagai akibat dicabutnya hak-hak erfpacht eigendom melalui SK Mendagri No. 15 / HGU / DA / 1976, tanggal, 18 Mei 1976, total seluruhnya yang harus di bayar Menteri Dalam Negeri adalah sebesar Rp. 500.000.000.000.
“Harga tanah tersebut sesuai dengan harga yg ditetapkan pemerintah terhadap pemberian ganti rugi jalan tol.” terangnya.
“Keadilan dan kebenaran memang telah diterapkan oleh Pengadilan Negeri Tangerang.” tegasnya.
Sebagai kuasa hukum Penggugat, Makmur Ginting berharap perkara tersebut tidak ada upaya hukum oleh pihak Kementerian dalam negeri dan berniat baik untuk mengganti rugi. Karena memang seharusnya begitu.
“Kalaupun ada upaya hukum, apa yang mau dijadikan dasar, bisa diartikan negatif bahwa pemerintah merampas hak. Sementara sedang di rancang tentang undang-undang tentang perampasan hak tidak diperkenankan tanpa ganti rugi.” ujarnya.
Makmur Ginting, juga menegaskan kepada pihak-pihak terkait dengan kalimat “adanya pernyataan bahwa hak eigendom tidak mempunyai daya keberlakuan”, adalah pernyataan dari orang-orang tidak berakhlak dan berkelakuan buruk sebab itu adalah bagian dari pembunuhan karakter atau character assasination yang tidak perduli pada Hak Asasi Manusia.
Atau dengan kata lain, lanjut Dia, bahwa hak-hak warga Negara telah terabaikan oleh sekelompok Pengusaha yang serakah yang menghalalkan segala cara untuk mengembangkan perusahaannya dilingkungan wilayah Jakarta dan sekitarnya.
“Serta anehnya lagi hal ini
justru dibantu oleh oknum-oknum pejabat di pemerintahan yang tidak bertanggung jawab dan tidak takut akan rahasia Ilahi dengan mudahnya melenggangkan kemauan mereka
dengan kewenangan dan kekuasaannya telah mengenyampingkan hak-hak warga
Negara yang seharusnya ia lindungi.” pungkas Makmur Ginting.